HALLO DEWA !

Hello!!!! This is My New Story !!! 🥳🥳🥳
Okayyy, ini cerita aku yang kedua. Belum resmi publish karna tulisan aku belum mencapai target hihihi. Tapi kalo mau baca cerita aku yang pertama bolee banget, hihihi
go go go !!!! disiniii👇👇👇👇



BLURB : 
"Karena aku mencintaimu tanpa karena"
__________________________________________________________________


Tentang hati yang tak pernah tahu ke mana ia akan berlabuh. Tentang ia yang tak pernah meminta untuk disinggahi. Tentang bait kata yang terbisik ke bumi untuk terbang ke langit membawa harap. Tentang untaian kata yang tak pernah sanggup terucap. Terbelenggu dalam hati, tersekat diujung lidah. Tentang dia, yang tak pernah lelah menguntai kata merangkai makna. 

Dari hati yang tak pernah dicari.

(Chapter 1) DEWANGGA BIMANTARA 
Terik matahari menyapa mataku yang menyorot lurus ke arah lapangan. Ratusan siswa-siswi dengan pakaian putih biru berbaris rapi. Aku melangkah sedikit berlari karena menyadari keterlambatan. Mataku menyipit menyadari sosok jangkung tengah berbaris di barisan pinggir. 

"Ainun!" 

Sosok jangkung itu menoleh dan tersenyum padaku. Tak lupa tangannya melambai memintaku untuk berbaris di sampingnya. Senang rasanya dia mengenaliku, sebab sudah cukup lama aku dan dia tak bertemu. 

"Kok telat, Pus?" Ainun jadi menghadap ke arahku saat aku sudah berada di sampingnya. 

"Biasa, si Ayah lemot." Gurauku sembari mulai memperhatikan ke depan mendengar sosok guru dengan tubuh lumayan berisi memberikan pada kami. 

Ini adalah hari pertama dan langkah pertama untuk memasuki jenjang yang lebih lanjut. Sekolah Menengah Atas, masa-masa yang paling indah kata orang. Aku tak tahu apa yang akan terjadi nanti. Jujur, bukan mauku bersekolah di sini. Ini adalah kemauan mutlak dari Ayah. Bersyukur aku tidak sendiri di sini, ada Ainun sahabatku sejak SMP dan Aya sahabatku sejak SD. 

Mataku asyik memandang seluruh penjuru sekolah. Lumayan besar, tapi kata Ainun ini baru kampus ke-2 sekolah ini, tempat para anak asrama. Sedangkan, Aku dan Ainun berada di kampus 1. 

"Kamu cari apa, Pus?" Alis Ainun berkerut ke arahku. Mungkin Ia heran karena aku asyik melongo ke sana ke sini tidak memperhatikan guru di depan sana. 

"Kok Aku belum lihat Aya. Masa dia gak dateng sih?" 

"Telat mungkin. Ayo masuk ke kelas." Ia menarik tanganku untuk mengikutinya tatkala guru di depan sana berhenti bicara. Aku tidak begitu mendengarkan apa yang diucap oleh guru itu, karena sibuk mencari sosok Aya. 

Rupanya kami dikumpulkan perkelas. Kabar baiknya aku sekelas dengan Ainun, buruknya aku terpisah kelas dengan Aya. Kami memilih bangku di pojok kelas, malu rasanya jika kami harus berbaur dengan yang lain. Aku cukup kagum ketika melihat proyektor berada di kelas, karena saat aku SMP harus ke laboratorium baru bisa menggunakannya. Sepertinya di sekolah ini setiap kelas difasilitasi proyektor. Senyum lega mengembang di wajahku, Ayah tidak salah pilih. 

Cukup lama kami hanya duduk diam di kelas tanpa arahan. Kata Ainun nanti akan ada Kakak Osis yang masuk ke kelas, untuk menjelaskan peraturan di sekolah ini. Setelah itu, baru walikelas akan masuk dan membentuk struktur kelas. Aku sedikit berbincang dengan Ainun, banyak yang kami ceritakan. Dulu Aku dan Ainun sempat satu sekolah saat SMP, tetapi dia pindah saat kami tiga bulan sekolah di tempat yang sama. Kami menangis saat itu, tapi tidak disangka takdir mempertemukan kami kembali di jenjang yang lebih lanjut. 

Benar kata Ainun, saat ini Kakak Osis masuk ke dalam kelas kami bersama satu guru yang terlihat sedikit menyeramkan. Mereka memperkenalkan diri dan menjelaskan peraturan di sekolah ini. Setelah mereka selesai barulah seorang guru perempuan masuk. Guru itu memperkenalkan diri dan menjelaskan bahwa Ia yang akan membimbing kami. Sebab guru itu merupakan wali kelas kami. Ku dengar namanya Bu Wati, guru matematika wajib. Kami sempat diminta untuk memperkenalkan diri, tetapi hanya baris depan. Berhubung Aku dan Ainun di belakang, kami tidak dimintai memperkenalkan diri. 

"Oke semua sudah saling mengenal. Untuk lebih lanjut kalian bisa saling mengenal secara online." Fakta buruk, pertama kali masuk ke SMA bertepatan dengan negeri ini ditimpa pandemi. Tidak ada sekolah tatap muka, bahkan hari ini hanya pembagian seragam dan pembentukan struktur kelas. Harapanku mendapat masa-masa SMA yang indah  sepertinya harus pupus begitu saja. Karena kisahku tidak akan sama seperti novel yang ku baca. 

"Sekarang saatnya kita membentuk struktur kelas.  Ada yang mau mengajukan diri sebagai ketua kelas?" Ku lihat sekeliling kelas tak ada satu pun yang mengangkat tangan. Sepertinya mereka merasa malu, sama sepertiku. Aku sedikit berbisik dengan Ainun bahwa aku ingin menjadi perangkat kelas. Ainun memintaku untuk mengangkat tangan, tetapi aku menggeleng. Rasanya keberanianku hilang karena lama di rumah tanpa berbaur dengan orang ramai. 

Sebab seisi kelas tidak ada yang mengangkat tangan, akhirnya Bu Wati menunjuk tiga siswa untuk maju ke depan kelas sebagai kandidat ketua kelas. Aku tak mengenal mereka satu pun, sebab kami berasal dari sekolah yang berbeda. Tetapi, mataku terpaku pada sepasang mata yang indah dengan alis yang menukik tajam. Dari ketiga siswa di depan dia berada di tengah-tengah. Posisinya yang berada ditengah cukup menarik pusat perhatian. Bu Wati meminta mereka membuka maskernya untuk memperkenalkan diri mereka. 

Karena pemilik mata tajam itu berada di tengah, maka dia menjadi orang kedua yang memperkenalkan dirinya. Lagi-lagi aku terpaku tatkala Ia membuka masker yang menutup setengah wajahnya. Hidungnya bangir dengan bibir berwarna soft pink, sedikit merasa iri bagaimana bisa ada manusia seindah itu. Anehnya dadaku terasa sesak karena jantungku berdetak lebih cepat ketika Ia menyebutkan namanya. 

"Izin memperkenalkan diri. Nama saya Dewangga Bimantara, biasa dipanggil Angga. Saya dari SMP Negeri 1 Bandar Lampung." 

Sesuai dengan parasnya, namanya begitu indah dan mudah diingat. Ainun menyenggol bahuku menyadarkanku dari keterkaguman pada sosoknya. Dengan cepat aku menggelengkan kepala. Tidak mungkin bukan aku jatuh cinta secepat ini. Ini terlalu aneh. 

Setelah mereka memperkenalkan diri secara bergantian Bu Wati meminta kami untuk memilih satu di antara mereka menjadi ketua kelas dan satu lagi menjadi wakil ketua kelas. Siswa bermata tajam itu berada di nomor urut dua, tetapi aku tidak memilihnya menjadi ketua justru aku memilihnya menjadi wakil. Aku rasa calon nomor urut satu lebih pantas menjadi ketua dengan tampangnya yang terlihat anak organisasi dan sedikit keras. Sedangkan, si pemilik mata tajam lebih cocok menjadi wakil. Meskipun iya memiliki mata yang tajam, tetapi aku merasa Ia memiliki aura kelembutan yang menenangkan. Entah apa yang kupikirkan, sepertinya ada yang salah dengan diriku. Segera ku alihkan pikiranku dengan mengajak Ainun berbicara.

"Nun, ayo deh taruhan. Nih ya pasti yang jadi ketua kelas yang nomor dua deh." Ainun yang semula sibuk menulis pilihannya jadi menoleh ke arahku dan memperhatikan ketiga siswa di depan. 

"Kenapa gitu, Pus?" 

"Ganteng, Nun. Kelas ini tuh mayoritas perempuan, pasti milihnya yang gantenglah." 

"Gak kelihatan, Pus." Ku lihat mata Ainun menyipit berusaha melihat ke depan. Dahiku merasakan pedasnya pukulan tanganku sendiri. Aku lupa bahwa sahabatku yang satu ini matanya minus. Apalagi kami berada dibangku belakang, tentu saja dia tidak bisa melihat dengan jelas. 

Beberapa menit berlalu, kami diminta untuk mengumpulkan kertas yang berisi pilihan kami siapa yang menjadi ketua kelas dan wakil ketua kelas. Perhitungan dilakukan dengan transparan. Setelah kertas kami berkumpul menjadi satu, Bu Wati segera melakukan perhitungan di papan tulis. Dia yang mendapat suara terbanyak akan menjadi ketua kelas. Aku sedikit meremat jemariku sendiri, menduga-duga apakah dugaanku benar atau justru salah. Mataku terus terfokus pada papan tulis di depan. Bahkan aku tak mempedulikan Ainun yang mengajakku bicara. 

Sudut bibirku terangkat tipis, ketika Bu Wati mengumumkan dengan lantang dan tegas pemenang voting. Hasilnya sudah terpampang di papan, tapi rasanya tetap saja hatiku berdesir ketika Bu Wati menyebut namanya. 

"Baiklah, sesuai dengan hasil voting. Dewangga Bimantara adalah ketua kelas 10 IPA 1." 

Dugaanku tak meleset, sang pemilik mata tajam itulah yang menjadi ketua kelas. 

_______________________________________________________
'13Juli2020'


NOTE : 
Buat kelanjutan ceritanya nantiin di akun wattpad aku aja yaappp 
Wattpad : penaasenduu    (bisa klik link di atas ya)




Komentar